Timesnusantara.com – Kalimantan Timur. Demokrasi Indonesia kembali menghadapi ujian berat. Data terbaru dari LSI Denny JA menunjukkan bahwa rata-rata angka golput pada Pilkada Serentak 2024 di tujuh provinsi terbesar mencapai 37,63 persen, naik 6,23 persen dibandingkan Pilkada 2019. Fenomena ini mencerminkan rendahnya kepercayaan masyarakat terhadap calon pemimpin daerah, serta kekecewaan terhadap tren politik dinasti dan praktik korupsi yang merajalela.

Menguatnya politik dinasti menjadi salah satu akar masalah. Berdasarkan penelitian ICW, sebanyak 33 dari 37 provinsi di Indonesia memiliki keterkaitan dengan dinasti politik, yang terbukti memfasilitasi praktik kolusi, nepotisme, dan korupsi. Kekuasaan yang terpusat pada lingkaran keluarga dan elite politik membuat peluang penyalahgunaan kekuasaan semakin terbuka.
ICW mencatat setidaknya 138 kandidat Pilkada 2024 memiliki dugaan keterlibatan dalam kasus korupsi, dari tersangka hingga terdakwa. Tak heran, selama dua dekade terakhir (2004–2024), 196 kepala daerah telah ditangkap oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Kondisi ini menunjukkan bahwa cita-cita pemerintahan bersih semakin jauh dari kenyataan.
Komite HAM Dalam 30 Hari menyebut bahwa perilaku koruptif ini juga merusak masa depan bangsa. Biaya politik yang tinggi kerap memaksa kandidat mencari sumber pendanaan dari aktivitas ilegal, seperti tambang ilegal dan ekonomi underground lainnya. Fenomena ini makin memperburuk kualitas demokrasi dan pembangunan.
Sebagai bentuk peringatan Hari Anti Korupsi, Komite HAM Dalam 30 Hari akan menggelar aksi cosplay di depan kantor Gubernur pada Senin, 9 Desember 2024, pukul 08.00–10.00 WITA. Aksi ini akan menghadirkan impersonasi 7 institusi paling rajin korupsi di Indonesia: Presiden dan menteri, polisi, pengusaha, advokat, kepala daerah, pejabat pemerintah, serta anggota DPR/DPD.
Lewat aksi ini, Komite HAM Dalam 30 Hari mengajak masyarakat untuk melakukan mosi tidak percaya terhadap institusi-institusi tersebut. Jika tidak ada perubahan signifikan, korupsi yang telah menjadi “kanker stadium akhir” akan terus melukai demokrasi dan mengancam masa depan bangsa.
Korupsi bukan hanya merusak sistem pemerintahan, tetapi juga mengancam upaya mitigasi perubahan iklim, pembangunan berkelanjutan, dan ekonomi hijau. Bahkan, inisiatif-inisiatif tersebut diduga menjadi ladang korupsi baru, bersembunyi di balik narasi penyelamatan dunia.
Peringatan Hari Anti Korupsi ini menjadi momen penting untuk mengingatkan bahwa tanpa komitmen pemberantasan korupsi, demokrasi dan masa depan Indonesia akan terus berada dalam bahaya. Komite HAM Dalam 30 Hari menyerukan tindakan nyata dari pemerintah, institusi, dan masyarakat untuk melawan korupsi bersama.